Aktivis Sumsel Angkat Bicara Terkait Dugaan Pemerasan oleh Kades Sukadamai

 

BANYUASIN – Aktivis sosial dan tokoh masyarakat dari KompakRI, Ari Anggara, angkat bicara terkait dugaan pemerasan dan perampasan jalan yang melibatkan Kepala Desa Sukadamai, Ahmad Lamiran. Kasus yang mencuat berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/374/X/2024/SPKT/POLRES Banyuasin ini telah menjadi isu yang menggemparkan warga Desa Sukadamai. Peristiwa tersebut terjadi pada 13 Oktober 2024 di jalan umum desa setempat, dan Lamiran, yang seharusnya menjadi pelindung warga, diduga justru menggunakan kekuasaannya untuk tindakan yang melanggar hukum, Selasa, 15 Oktober 2024.

Dalam keterangannya, Ari Anggara menyesalkan tindakan Lamiran yang diduga merintangi laju truk pengangkut buah sawit milik warga bernama Zamroni. Truk merk Isuzu ELF dengan nomor polisi BG 8781 KL yang mengangkut 10 ton sawit, dihentikan secara paksa oleh Lamiran dengan dalih truk tersebut membawa muatan berlebih yang dapat merusak jalan desa. Namun, yang menjadi perhatian serius adalah dugaan bahwa Lamiran merampas kunci kontak dan STNK truk tersebut, 

“Ini adalah tindakan yang sangat tidak bisa ditolerir. Seorang kepala desa seharusnya melindungi warganya, bukan malah memanfaatkan posisinya untuk memeras. Jika benar terbukti, ini bukan hanya soal penyalahgunaan wewenang, tetapi juga mencerminkan rusaknya moralitas seorang pejabat publik," ujar Ari Anggara.

Menurut data yang dihimpun, korban Zamroni mengalami kerugian hingga Rp 27 juta akibat perbuatan tersebut, dan langsung melaporkan kasus ini ke Polres Banyuasin. Dugaan tindakan yang dilakukan oleh Ahmad Lamiran ini masuk dalam kategori pelanggaran Pasal 368 dan 192 KUHP yang mengatur tentang pemerasan dan perampasan.

Ari Anggara menegaskan pentingnya penegakan hukum yang adil dalam kasus ini. Menurutnya, kasus ini akan menjadi ujian serius bagi aparat hukum di Banyuasin, terutama dalam menangani pelaku yang merupakan pejabat desa. "Jika hukum tidak ditegakkan secara tegas, ini akan menjadi preseden buruk bagi warga dan bisa menciptakan ketakutan di tengah masyarakat," tambah Ari.

Dimana Sikap Tegas Pemerintah Desa?

Ari Anggara juga mempertanyakan integritas pemerintah desa. "Bagaimana mungkin seorang kepala desa yang dipilih secara demokratis untuk melayani warga justru melakukan tindakan yang merugikan rakyatnya? Ini menunjukkan adanya kekeliruan dalam tata kelola pemerintahan desa," tegasnya.

Ari menyerukan agar proses hukum terhadap Ahmad Lamiran dilakukan dengan transparan dan tanpa diskriminasi. Masyarakat, kata Ari, berharap agar kasus ini dapat segera diselesaikan, dan kepala desa yang menyalahgunakan wewenangnya harus segera diadili sesuai hukum yang berlaku.

Kasus ini, menurut Ari Anggara, harus dijadikan momentum untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan di tingkat desa. Jika tidak ada tindakan tegas, kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin desa akan terus merosot, dan dampaknya bisa sangat buruk bagi stabilitas sosial di desa tersebut.

Warga Desa Sukadamai kini menanti keadilan, dan kasus ini menjadi sorotan publik sebagai wujud nyata perlawanan terhadap penyalahgunaan kekuasaan di tingkat lokal.

Liputan : mulyadi